AIK III - IKHWAL BERDIRINYA MUHAMMADIYAH
Dalam konteks
kesejarahan, berdirinya Muhammadiyah merupakan tuntutan dan keharusan sejarah
agar bangsa Indonesia memiliki jati diri dan daya tawar yang tinggi di
mata penjajah. Berdirinya Muhammadiyah sebenarnya didorong oleh
kegelisahan dan keprihatinan terhadap model dakwah dan pola pemikiran keagamaan
konvensional-tradisional saat itu.
Dalam doktrin Islam
disebutkan : “kuntum khaira ummah”, namun kenyataan hampir seluruh
bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam hidup dalam tekanan penjajah.
Oleh karena itu, KH. Ahmad Dahlan (nama kecil beliau Muhammad Darwis) merasa
perlu mendirikan Muhammadiyah pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H. Bertepatan
dengan 18 November 1912 M.
Secara garis besar factor yang
melatarbelakangi lahirnya Muhammadiyah antara lain dikarenakan:
- Kondisi internal umat
Islam dan
- Kondisi eksternal umat
Islam
1. Kondisi Internal Umat
Islam
Keberagamaan umat
Islam di Indonesia tidak bisa lepas dengan proses penyebaran Islam di Jawa.
Pada wakrtu agama Islam datang ke Jawa, masyarakat Jawa telah memiliki tradisi
dan kepercayaan keagamaan yang merupakan perpaduan antara tradisi dan
kepercayaan tradisional yang telah berubah menjadi adat istiadat bersifat
agamis dengan bentuk mistik berjiwa Hindu dan Budha (sinkritisme).
Fenomena sinkritisme
tersebut merupakan kenyataan di masyarakat karena 600 tahun sebelum masehi
model keberagamaan (keyakinan) masyarakat adalah animistik dan dinamistik.
Sekitar awal abad 1 Masehi, masyarakat Jawa mengalami proses akulturasi dengan
budaya Hindu, dimana tidak sedikit orang-orang Nusantara berlayar ke wilayah
India. Selama era kejayaan kerajaan Hindu pengaruhnya sangat kuat dan budaya
Hindu secara politik mendapat dukungan dari pihak kerajaan karena agama Hindu
sekaligus menjadi agama resmi kerajaan.
Faktor lain yang turut menyuburkan
tradisi dan kepercayaan masyarakat pra Islam adalah proses penyebaran Islam
yang tidak merata terutama di Jawa. Proses Islamisasi dilakukan oleh para wali
(wali Sembilan) dilanjutkan oleh keturunan serta oleh para murid-muridnya
Faktor internal
lainnya yang turut andil mengilhami Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah adalah
kondisi perekonomian umat Islam, solidaritas social yang memudar antar umat
Islam dan pendidikan umat Islam yang memprihatinkan.
Sejarah menggambarkan,
bahwa jauh sebelum kedatangan Belanda ke Nusantara, pendidikan Islam telah
tersebar luas. Pendidikan Islam ketika itu terpusat di pondok-pondok pesantren,
di musholla/langgar atau masjid. Sistem yang digunakan meliputi sistem sorogan dan sistem bandongan/wetonan. Dengan
demikian sistem kelas (klasikal) belum dikenal, tidak ada ujian atau
pengontrolan kemajuan pengetahuan santri, tidak ada batas waktu berapa lama
santri harus bertempat tinggal di pesantren. Penekanan pendidikan lebih
berorientasi pada penghafalan teks semata, sehingga tidak merangsang santri
untuk berdiskusi. Demikian juga cabang-cabang ilmu agama yang diajarkan sebatas
ilmu-ilmu tradisional seperti Hadits dan Musthalah Hadits, Fiqh dan Ushul Fiqh,
ilmu Tauhid, ilmu Tasawwuf, ilmu Mantiq, ilmu Falaq, ilmu Bahasa Arab termasuk
didalamnya Nahwu, Sharaf dan Balaghah. Sistem tersebut berlangsung sampai
sekitar awal abad 20.
2. Kondisi Eksternal Umat
Islam
a. Kebijakan politik
kolonial Belanda terhadap umat Islam
Sejak Belanda mendarat
pertama kali di bumi Nusantara (sekitar 1556 M) kehidupan umat Islam mulai
terusik. Mengingat kedatangan mereka yang pertama kali mendarat di pelabuhan
Banten dengan kepala rombongan Cornelis De Houtmen dan Dayer itu bermisi ganda,
yaitu mereka tidak ingin saja mengusai Nusantara yang terkenal dengan
rempah-rempah sekaligus ada unsure misi kristenisasi. Tujuan misi kristenisasi
tersebut di kemudian hari terbongkar dengan munculnya rekomendasi dari seorang
missionaries Belanda bernama YB. Palinck sekitar tahun 1880. Rekemondasi itu
dikirim pada pemerintahan Roma.
Sikap politik dari
colonial Belanda terhadap umat Islam adalah pengawasan yang sangat ketat
terhadap hubungan umat Islam dengan dunia luar termasuk setelah umat Islam
berkenalan dengan pemikiran Pan-Islamisme dari
Jamaluddin Al-Afghani. Kolonial Belanda menilai bahwa pemikiran dari Jamaluddin
Al-Afghani itu membahayakan keberadaan kolonial Belanda di Indonesia. Hal ini
disebabkan ajaran Jamaluddin Al-Afghani menekankan sebuah eksistansi bangsa
terutama umat Islam, serta dampak penjajahan terhadap negara jajahan.
b. Pengaruh perkembangan
Islam di Timur Tengah
KH. Ahmad Dahlan pernah bermukim di
Timur Tengah selama dua tahun (1903-1905) untuk memperdalam berbagai disiplin
ilmu keislaman. Pergumulan secara langsung dengan ide-ide pembaharuan di pusat
Islam (Timur Tengah) telah mendorong KH. Ahmad Dahlan untuk mengadakan
pembaharuan Islam di Indonesia melalui organisasi yang didirikannya, yaitu
Muhammadiyah.
Sebagai bukti adanya pengaruh
perkembangan pemikiran Islam di Timur Tengah terhadap berdirinya Muhammadiyah,
sejumlah cendikiawan membuat persamaan pemikiran pendidikan Ahmad Dahlan dengan
beberapa pemikir Islam Timur Tengah.
H.A.R. Gibb mengklasifikasikan
pembaharuan/pendidikan yang dilakukan Muhammad Abduh (1849-1905) di Mesir,
sebagai berikut :
§ Membersihkan Islam
dari pengaruh dan kebiasaan asing
§ Pembaharuan pendidikan
tinggi Islam
§ Reformulasi doktrin
Islam dengan alam fikiran modern
§ Mempertahankan Islam
dari pengaruh-pengaruh Eropa dan serangan Kristen
Sementara H.A. Mukti Ali membuat
rumusan, bahwa pembaharuan maupun pendidikan yang dilakukan oleh K.H. Ahmad
Dahlan berorientasi pada :
§ Membersihkan Islam di
Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam
§ Reformulasi doktrin
Islam dengan pandangan alam fikiran modern
§ Roformasi ajaran Islam
dan pendidikan Islam
§ Mempertahankan Islam
dari pengaruh dan serangan luar Islam
Dalam pandangan K.H. Ahmad Dahlan,
lembaga pendidikan agama yang ada di Indonesia seperti pondok pesantren, ketika
itu tidak dapat mengikuti dan memenuhi tuntutan zaman, sementara pendidikan
yang diselenggarakan kolonial Belanda sama sekali tidak memperhatikan
pendidikan Islam.
3. Misi dan Visi Muhammadiyah
Sejak Muhammadiyah
didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan, Muhammadiyah memiliki Misi dan Visi sebagai
berikut :
Visi
Muhammadiyah sebagai
gerakan Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan watak Tajdid
yang dimilikinya senantiasa istiqomah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam
amar ma’ruf nahi munkar di semua bidang dalam upaya mewujudkan Islam sebagai
rahmatan lil ‘alamin menujuterwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Misi
1.Menegakkan tauhid yang murni berdasarkan Al-Qur’an dan
As-Sunnah
2.Menyebarkan ajaran Islam yang bersumber pada
Al-Qur’an dan As-Sunnah
3.Mewujudkan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga,
dan masyarakat
4.Reformasi Doktrin islam dengan pandangan alam
pikiran modern.
Sebagai gerakan islam,
Muhammadiyah bukan sekedar organisasi semata, melainkan juga sebagai gerakan
keagamaan yang di dalamnya terkandung system keyakinan, pengetahuan,
organisasi, praktik aktifitas yang mengarah pada tujuan dicita-citakan.
Muhammadiyah sebagai organisasi/gerakan memerlukan perekat yang kuat guna
mempertahankan nilai-nilai, sejarah, ikatan dan kesinambungan gerakan dalam
melaksanakan amal usaha, disinilah pentingnya ideology.
Ideologi Muhammadiyah
secara substansi terkandung di dalam “ Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah “
serta matanKeyakinan dan Cita-cita Muhammadiyah. Adapun fungsi ideology dalam
Muhammadiyah :
1. Memberikan arah
tentang paham islam yang diyakini Muhammadiyah
2. Mengikat solidaritas
kolektif antara warga Muhammadiyah
3. Membangun kesamaan
dalam menyusun strategi perjuangan
4. Membagung karakter
warga Muhammadiyah
5. Sarana memobilisasi
anggota Muhammadiyah
Secara garis besar ideology Muhammadiyah
yang terkandung dalam “ Muqaddimah AD Muhammadiyah “ dapat digambarkan sebagai
berikut :
1. Hidup manusia harus
berdasarkan tauhid, ber-Tuhan, beribadah serta tunduk dan taat hanya kepada
Allah. Kepercayaan tauhid mempunyai tiga aspek:
a. Kepercayaan dan
keyakinan bahwa hanya allah yang kuasa mencipta, memelihara, mengatur dan
menguasai alam semesta.
b. Kepercayaan dan
keyakinan bahwa hanya Allah tuhan yang hak.
c. Kepercayaan dan
keyakinan bahwa hanya Allah yang berhak dan wajib dihambai/disembah.
2. Hidup manusia
itubermasyarakat , maka harus senantiasa memberi nilai positif kepada
masyarakat.
3. Hanya hokum Allah yang
sebenarnya dijadikan sendi untuk membentuk pribadi utama dan mengatur
ketertiban hidup bersama untuk menuju hidup bahagia, sejahtera di
dunia/akhirat.
4. Menegakkan dan
menjunjung tinggi agama islam untuk mewujudkan masyarakat islam yang
sebenar-benarnya adalah kewajiban sebagai ibadah kepada Allah dan ihsan kepada
kemanusiaan.
5. Perjuangan menggakkan
dan menjunjung tinggi agama islam akan berhasil bila mengikuti perjuangan
Rasulullah SAW
6. Perjuangan mewujudkan
pokok pikiran tersebut hanya akan berhasil bila dilakukan dengan berorganisasi
yang baik. Maka organisasi merupakan satu-satunya alat atau cara perjuangan
yang sebaik-baiknya.
4. Profil Pendiri
Muhammadiyah
K.H.
Ahmad Dahlan yang mempunyai nama kecil Muhammad Darwisy adalah
seorang pahlawan nasional yang juga pendiri Persyarikatan Muhammadiyah. Ia
bergabung sebagai anggota Boedi Oetomo yang merupakan organisasi
kepemudaan pertama di Indonesia. Ia adalah sosok pemuda pembaharu yang sangat
mengedapankan idealisme dalam hidupnya terutama dalam bidang pendidikan.
Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah
Muhammadiyah, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil
dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi wiraswasta yang cukup
menggejala di masyarakat. Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan
bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah
diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan
cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam’iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat
Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Kyai
Haji Ahmad Dahlan (lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 – meninggal di
Yogyakarta, 23 Februari 1923 pada umur 54 tahun) adalah seorang Pahlawan
Nasional Indonesia. Ia adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari
keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka
di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad
Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu. Ia merupakan anak keempat dari tujuh
orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya.
Ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah
seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam
di Jawa. Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq,
Maulana ‘Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana
Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang
Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH.
Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan)